-->

Sabtu, 14 Maret 2015

SISTEM PERSAMAAN KEADAAN SISTEM

SISTEM PERSAMAAN KEADAAN SISTEM

A. Keadaan Kesetimbangan Sistem dan Persamaan Keadaannya
Suatu sistem dapat berada dalam keadaan setimbang atau tidak setimbang. Ada empat keadaan setimbang suatu sistem. Keempat keadaan setimbang tersebut adalah:
1. keadaan setimbang mekanis
2. keadaan setimbang kimiawi (chemis / kemis)
3. keadaan setimbang termal / termis
4. keadaan setimbang termodinamis.
1. Keadaan Setimbang Mekanis
Suatu sistem dinyatakan berada dalam keadaan setimbang mekanis jika resultan gaya luar maupun resultan gaya dalamnya (gaya dachil) adalah nol. Ini berarti
Σ=0F
Dalam keadaan setimbang mekanis, suatu sistem dapat diam atau bergerak beraturan. Dalam arti bergerak lurus beraturan atau bergerak melingkar beraturan atau berotasi beraturan.

2. Keadaan Setimbang Kemis
Apabila suatu sistem
a. tidak mengalami perpindahan zat dari bagian satu ke bagian lainnya atau sistem tidak mengalami difusi
b. tidak terjadi reaksi kimiawi yang dapat mengubah jumlah partikel semula
c. tidak terjadi pelarutan
d. tidak terjadi kondensasi serta
e. komposisi dan konsentrasinya tetap,
                                                                                      
maka sistem itu berada dalam keadaan setimbang kemis (kimiawi). Ini berarti sistem dinyatakan setimbang kemis (kimiawi), jika sistem tidak berubah dan tetap berada dalam keadaan semula.
3. Keadaan Setimbang Termis
Apabila suatu sistem  :
a. koordinat makro maupun mikronya tidak berubah walaupun kontak termal dengan lingkungannya melalui dinding diatermik
b. harga koordinat makro maupun mikronya tidak berubah dengan perubahan waktu,
maka sistem berada dalam keadaan setimbang termis dengan lingkungannya. Oleh karena itu, suatu sistem disebut setimbang termis, jika harga koordinatnya tidak berubah dengan perubahan waktu.
4. Keadaan Setimbang Termodinamis
Apabila syarat-syarat kesetimbangan mekanis, kemis, dan termis terpenuhi, maka sistem berada dalam keadaan setimbang termodinamis. Dalam keadaan setimbang termodinamis, keadaan koordinat sistem maupun lingkungan sistem cenderung tidak berubah sepanjang masa. Jadi, pada dasarnya Termodinamika hanya mempelajari suatu sistem yang berada dalam kesetimbangan termodinamis.
Keadaan sistem yang setimbang termodinamis minimal ada dua, yaitu: sistem yang tertutup dan sistem yang terbuka. Suatu sistem dinyatakan tertutup, jika massa dan jumlah partikel sistem tetap. Ini berati, jumlah mol sistem yang tertutup selalu tetap.
Sebaliknya, sistem dinyatakan terbuka, jika massa dan jumlah partikel sistem berubah-ubah harganya. Ini berarti, jumlah mol sistem yang terbuka selalu berubah-ubah.
Dalam keadaan setimbang termodinamis, ternyata
a. setiap sistem tertutup dapat digambarkan oleh tiga koordinat sistem dari delapan koordinat yang dipunyainya
b. semua eksperimen menunjukkan bahwa antara ketiga koordinat itu terdapat hubungan berikut.
f (x, y, z) = 0
Ini berarti, dalam keadaan setimbang termodinamis, hanya dua diantara ketiga koordinat sistem yang merupakan variabel (ubahan) bebas. Pernyataan ini dapat dituliskan seperti persamaan berikut :
X = f(y,z)
Y = f(x,z)
Z = f(x,y)

Gas berada dalam silinder dengan koordinat sistem, G (energi bebas Gibbs dari gasa), p (tekanan gas), H (entalpi gas), S (entropi gas), U (energi dalam gas), V (volume gas), F (energi bebas Helmholtz), dan T (temperatur gas). Perhatikan tiga koordinatnya, misalnya: p, V, dan T. Andaikan V dan T ditentukan terlebih dulu secara bebas, misalnya: gas dimasukkan dalam silinder dengan volume V dan dipanasi sampai temperaturnya mencapai harga T, maka tekanan gas telah memiliki harga tertentu dan tidak dapat ditentukan secara bebas. Ini berarti:

P = F (V,T)

Andaikan p dan T ditentukan terlebih dulu secara bebas, misalnya: gas dimasukkan dalam silinder dengan tekanan p dan dipanasi sampai temperaturnya mencapai harga T, maka volume gas telah memiliki harga tertentu dan tidak dapat ditentukan secara bebas. Ini berarti
V = f (p,T)

Andaikan p dan V ditentukan terlebih dulu secara bebas, misalnya: gas dimasukkan dalam silinder dengan tekanan p dan ditekan sampai volumenya mencapai harga V, maka temperatur gas telah memiliki harga tertentu dan tidak dapat ditentukan secara bebas. Ini berarti:

T = f(p,V)

Dengan demikian, secara umum berlaku persamaan:

f(p,V.T) = 0

Persamaan diatas merupakan persamaan keadaan gas atau persamaan keadaan sistem yang berada dalam keadaan setimbang termodinamis.
B. Persamaan Keadaan Sistem
Ada beberapa sistem termodinamis (suatu sistem yang berada dalam keadaan setimbang termodinamis), yaitu:
1.Sistem Hidrostatis (Hidrostatik) atau Sistem Kemis (Kimiawi)
2. Sistem Paramagnetis (Paramagnetik).
3. Sistem Dielektris (Dielektrik).
4. Sistem Dawai yang Teregang.
5. Sistem Selaput Tipis.
6. Sistem Sel Listrik.
1. Sistem Hidrostatis
Sistem hidrostatis merupakan zat kimia yang tidak diperhatikan sifat kelistrikannya, kemagnetannya, elastisitasnya, dan sifat tegangan permukaannnya. Sistem hidrostatis ada dua, yaitu: zat murni dan zat tak murni. Contoh sistem hidrostatis adalah: gas, cairan, atau padatan.
Sistem hidrostatis disebut zat murni apabila terdiri atas satu senyawa kimia saja dan berada dalam keadaan setimbang termodinamis. Misalnya: Es (H2O), Air (H2O), Uap Air (H2O), Karbondioksida (CO2), Hidrogen (H2), Nitrogen (N2), atau Oksigen (O2). Karbondioksida, hidrogen, nitrogen, dan oksigen dapat berada dalam wujud padatan, gas, maupun cairan.
Sistem hidrostatis disebut zat tak murni apabila terdiri atas campuran zat murni yang berada dalam keadaan setimbang termodinamis. Misalnya: udara yang terdiri dari campuran oksigen, nitrogen, uap air, dan karbondioksida. Dalam udara masih ada beberapa jenis gas lagi, namun jumlahnya sedikit sekali, misalnya gas argon, helium, neon, dan gas kripton.
Persamaan keadaan sistem hidrostatis dinyatakan dalam fungsi
f(p,V.T) = 0
a. Gas Ideal, dengan persamaan keadaan: p V = n R T
b. Gas Clausius, dengan persamaan kedaan: p (v – b) = R T
c. Gas van der Waals, dengan persamaan keadaan 



Dalam bentuk lain persamaan keadaan gas van der Waals dapat ditulis sebagai berikut.
p v2 – (p b + R T) v2 + a v – a b = 0

d. Persamaan keadaan gas real sebagai berikut.

 A, B, C, dan seterusnya disebut sebagai koefisien virial yang merupakan fungsi temperatur. Karena persamaan 3.8.b sama dengan persamaan 3.9, maka diperoleh:
A = R T, B = R T b, C = R T b2, demikian selanjutnya
2. Sistem Paramagnetik
Sistem paramagnetik merupakan gas, cairan, padatan, atau campuran dari dua atau tiga wujud tersebut yang memiliki kuat medan magnet luar yang disebut induksi magnetik (B) yang mempengaruhi kemagnetan atom-atom atau magnetisasi (M). Sedangkan temperatur sistem paramagnetik mempengaruhi orientasi atom-atom sistem paramagnetik dan orientasi atom-atom ini akhirnya mempengaruhi magnetisasi.
Jadi sistem paramagnetik minimal mempunyai tiga koordinat sistem, yaitu: induksi magnetik luar (B), Magnetisasi (M), dan temperatur sistem paramagnetik (T). Sedangkan contoh sistem paramagnetik misalnya: Aluminum (Al), Calcium (Ca), Magnesium (Mg), dan Chromium (Cr).
Untuk jelasnya, ditinjau sebuah kristal Mg yang memiliki banyak atom, misalnya sebanyak m buah atom. Andaikan kristal ini dibiarkan begitu saja, maka kristal tetap dalam kondisi netral. Jika dipandang dari segi kemagnetannya, atom-atom Mg merupakan momen atau dipol magnetik (μi)) yang tertentu, sehingga dipol magnetik totalnya adalah:

Namun, karena arah dipol magnetik berbeda-beda (berorientasi secara acak) sedemikian rupa, sehingga magnetisasinya tidak ada atau sama dengan nol.
Atom-atom tidak terlihat mata, maka atom-atom yang bersifat magnet atau dipol magnetik ini merupakan magnet-magnet kecil sekali yang disebut magnet elementer. Karena arah magnet elementer berbeda-beda sedemikian rupa, sehingga kemagnetan kristal Mg juga tidak tampak atau kemagnetannya sama dengan nol, sehingga magnetisasinya juga sama dengan nol.
Pada hakikatnya momen magnetik atau dipol magnetik bersumber pada elektron yang mengelilingi inti dalam kulit atau sub kulit yang tidak penuh seluruhnya. Momen magnetik atom dinyatakan dalam satuan yang disebut sebagai magneton Bohr, yaitu:
μB ≈ 9 x 10 – 24 A m2
Andaikan sistem paramagnetik yang berupa kristal Mg diperlakukan, misalnya diberi medan magnet luar yang kuat dengan induksi magnetik B, maka dipol magnetik atau magnet elementer arahnya akan terorientasi searah dengan medan magnet luar. Dengan demikian, sistem paramagnetik memiliki suatu besaran atau koordinat yang menyatakan kuat medan magnet luar yang disebut induksi magnetik B.
Tanpa medan magnet luar, sepotong kristal paramagnetik tidak memiliki apa yang dinamakan kemagnetan atau magnetisasi M, karena masing-masing magnet elementer atau dipol magnetik berorientasi acak. Karena ada medan magnet luar, maka magnet elementer atau dipol magnetik terorientasi searah dengan arah medan magnet luar. Boleh dinyatakan, magnet-magnet elementer atau dipol magnetik akan berusaha menyejajarkan (menjajarkan) diri dengan medan magnet luar. Dengan demikian magnetisasi M merupakan koordinat kedua sistem paramagnetik.
Koordinat ketiga sistem paramagnetik adalah temperatur (T). Mengapa demikian ? Karena penyejajaran (penjajaran) magnet elementer atau dipol magnetik (μi) oleh kuat medan magnet luar dengan induksi magnetik B ditentang oleh temperatur (T). Maksudnya, karena atom-atom dalam suatu kristal senantiasa bergetar, sedangkan kenaikan temperatur menyebabkan getaran semakin hebat, maka semakin tinggi temperatur semakin acak orientasi magnet elementer atau dipol magnetiknya, sehingga magnetisasinya (M) semakin kecil.
3. Teori Langevin dan Teori Brillouin
Perhatikan 2 gambar dibawah. Gambar pertama menunjukkan lukisan sebuah sistem paramagnetik atau sebuah kristal Mg dengan magnet elementer atau dipol magnetik (μi) yang arahnya acak tak keruan. Akibatnya apa ? Akibatnya kristal Mg tidak memiliki kemagnetan atau magnetisasi (M). Dengan demikian dapat dituliskan:


Jika magnetisasi didefinisikan sebagai dipol magnetik total per satuan volume, maka dapat dituliskan persamaan magnetisasi sebagai berikut.

Gambar kedua melukiskan sebuah kristal Mg yang berada dalam medan magnet luar dengan induksi magnetik B. Akibatnya apa ? Akibatnya, magnet elementer atau dipol magnetik terorientasi searah dengan arah kuat medan magnet luar, sehingga μ0 dan 

Berapa energi sistem paramagnetik ? Energi sistem paramagnetik E menggambarkan interaksi antara induksi magnetik kuat medan magnet luar B dan induksi magnetik total magnet elementer atau dipol magnetik μ. Energi sistem paramagnetik E didefinisikan sebagai minus perkalian skalar μ dan B yang dapat ditulis sebagai berikut.
Pada saat B sejajar dan searah dengan μ, maka sudut θ = 00, sehingga cos θ = 1 dan energi sistem paramagnetik dapat ditulis sebagai E = - μ B yang sering ditulis sebagai Eparalel = Epar = - μ B. Pada saat B sejajar dan berlawanan arah dengan μ, maka sudut θ = 1800, sehingga cos θ = - 1 dan energi sistem paramagnetik dapat ditulis sebagai E = + μ B yang sering ditulis sebagai Eanti paralel = Eap = + μ B. Pada saat B tegak lurus dengan μ, maka sudut θ = 900, sehingga cos θ = 0 dan energi sistem paramagnetik E = 0 yang sering ditulis sebagai E = 0. Jika hasil ini digambar, diperoleh gambar berikut :

Teori mengenai magnetisasi sistem paramagnetik telah dikemukakan satu abad yang lalu. Teori yang pertama dikemukakan oleh Langevin (baca Longevan) pada tahun 1905 yang menghasilkan persamaan keadaan berikut.
dengan n adalah jumlah dipol magnetik (N) per satuan volume (V) dan μ adalah dipol magnetik total dalam kristal atau sistem paramagnetik
dengan :
B = induksi magnetik dari kuat medan magnet luar
k = konstante Boltzmann = 1,3806 x 10 –23 J K –1
T = temperatur sistem paramagnetik
yang dikenal sebagai fungsi Langevin.
Dengan mensubstitusikan persamaan diatas, maka diperoleh :
Jika dihitung harga limit dari persamaan 3.19 pada dua kasus yang ekstrem, yaitu:
a.apabila kuat medan magnet luar sangat kuat dan temperatur
sistem paramagnetik sangat rendah, maka harga sangat besar
b. apabila kuat medan magnet luar sangat lemah dan temperatur sistem paramagnetik sangat tinggi, maka harga sangat kecil
Ketika x >> 1, maka coth x ≈ 1 dan dapat diabaikan, sehingga diperoleh persamaan: x1
M = μn
Persamaan tersebut menunjukkan, bahwa magnetisasi M mengalami kejenuhan sebagai hasil apabila semua molekul / atom-atom / magnet elementer / dipol magnetik sejajar dengan medan magnet luar.
Pada kuat medan magnet luar yang sangat kecil dan temperatur sistem paramagnetik sangat besar, maka x << 1 dan kita dapat menggunakan pendekatan untuk coth pada sebuah sudut yang kecil, sehingga diperoleh persamaan
maka didapat 
Dengan :
C = konstante Curie =  = 0,376 cm3 K mole–1 dan persamaan ini  disebut sebagai hukum Curie.


Grafik fungsi Langevin dapat dilukiskan seperti gambar berikut
sumber : 
HAMID, AHMAD ABU. 2007. DIKTAT PERKULIAHAN TERMODINAMIKA : KALOR DAN TERMODINAMIKA. YOGYAKARTA : FMIPA UNY.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar