SEJARAH PENEMUAN TERMODINAMIKA
Istilah
termodinamika sering kali kita dengar didalam kehidupan kita. Setiap
perbendaharaan kata yang sering kita gunakan itu tentunya memiliki arti dan
makna tersendiri. Begitupun kata termodinamika, seperti yang dikatakan oleh
Widoyo. (2011:1), “Termodinamika (bahasa Yunani: thermos= ‘panas’ and
dynamic= ‘perubahan’) adalah fisika energi, panas, kerja, entropi dan
kespontanan proses”.
Hubungan-hubungan
yang ada dalam termodinamika itu berasal dari mekanika statistik, oleh sebab
itu banyak sekali keterkaitan antara termodinamika dan mekanika statistik,
bahkan terdapat beberapa kajian yang sama seperti pandangan terhadap suatu
sistem. Pada sebuah sistem dimana terjadi suatu proses perubahan wujud atau
pertukaran energi, ternyata termodinamika klasik tidak berhubungan dengan
kecepatan suatu proses reaksi berlangsung atau biasa kita sebut kinetika
reaksi. Karena hal tersebut, istilah “termodinamika” biasanya merujuk pada
termodinamika setimbang. Dari itu, dapat kita katakan bahwa termodinamika
merupakan cabang fisika yang mempelajari mengenai hubungan antara panas dengan
energi.
Pada
dasarnya, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa termodinamika merupakan
ilmu yang yang mempelajari tentang panas sebagai energi yang mengalir. Karena
itu, sejarah perkembangan ilmu termodinamika berawal sejak manusia “memikirkan”
tentang panas.
Abad
ke-5 SM, seorang filsuf Yunani Parmenides menulis sebuah puisi konvensional
yang berjudul “On Nature”, beliau menggunakan penalaran verbal untuk
mengungkapkan bahwa kekosongan, pada dasarnya apa yang sekarang kita kenal
sebagai vakum di alam ini ternyata tidak bisa terjadi. Pandangan tersebut
didukung oleh Aristoteles. Aristoteles (350 SM) merupakan orang yang pertama
kali melakukan percobaan tentang panas. Dia mengatakan bahwa panas merupakan
bagian dari materi atau dengan kata lain materi tersusun dari panas dan pada
tahun 1593, penalaran Aristoteles diteruskan oleh seorang bernama Galileo
Galilei. Dia menganggap bahwa panas adalah sesuatu yang dapat diukur, melalui
penemuannya berupa termometer air.
Beberapa
tahun kemudian setelah Galileo Galilei meneruskan penalaran Aristoteles,
tepatnya pada tahun 1799 dua Ilmuwan bernama Sir Humphrey Davy dan Count
Rumford menegaskan bahwa panas adalah sesuatu yang mengalir. Pernyataan
tersebut mendukung prinsip kerja termometer yang ditemukan oleh Galileo Galilei
namun membantah pernyataan Aristoteles yang menyatakan bahwa panas merupakan
bagian dari materi atau dengan kata lain materi tersusun dari panas. Saat itu
seharusnya dirumuskan hukum ke-nol termodinamika, akan tetapi karena pada saat
itu termodinamika belum berkembang sebagai ilmu maka para tidak terpikirkan
oleh para ilmuwan untuk merumuskan hukum ke-nol dengan pernyataannya:
“dua
sistem dalam keadaan yang setimbang dengan sistem ketiga, maka ketiganya dalam
saling setimbang satu dengan lainnya”.
Beberapa
tahun sebelum Sir Humphrey Davy dan Count Rumford menegaskan bahwa panas adalah
sesuatu yang mengalir, tepatnya pada tahun 1778 seorang ilmuwan bernama Thomas
Alfa Edison memeperkenalkan sebuah mesin uap pertama yang mengkonvensi panas
menjadi kerja mekanik. Kemudian pada tahun 1824, ilmuwan bernama Sadi Carnot
berupaya untuk menemukan hubungan antara panas yang digunakan dan kerja mekanik
yang dihasilkannya.
Hasil
pemikiran Carnot merupakan titik awal perkembangan ilmu termodinamika klasik.
Carnot dianggap sebagai Bapak Termodinamika, dia mempublikasikan refleksi pada
kekuatan motif api, wacana pada efisiensi panas, kekuatan, energi dan mesin.
Makalah tersebut menguraikan hubungan energik dasar antara mesin Carnot, siklus
Carnot, dan kekuatan motif. Hal ini menjadi tanda bahwa termodinamika sebagai
ilmu pengetahuan modern telah dimulai.
Tahun
1845, 67 tahun setelah Thomas Alfa Edison memperkenalkan mesin uapnya, James
P.Joule menyimpulkan bahwa panas dan kerja merupakan dua bentuk energi yang
satusama lainnya dapat dikonversi. Kesimpulan Joule didukung oleh
ilmuwan-ilmuwan lainnya seperti rudolf Clausius, Lord Kelvin (William
Thompson), Helmhozt, dan Robert Mayer, kemudian selanjutnya para ilmuwan
ini merumuskan hukum pertama termodinamika pada tahun 1850. Setahun
sebelumnya, ternyata Lord Kelvin telah memperkenalkan istilah termodinamika
melalui makalahnya yang berjudul: An Account of Carnot’s Theory of the
Motive Power of Heat. Sedangkan buku tentang termodinamika pertama ditulis
oleh William Rankine pada tahun 1859. Pernyataan hukum pertama termodinamika
yang dirumuskan oleh para ilmuwan tadi adalah:
“perubahan
energi dalam dari suatu sistem termodinamika tertutup sama dengan total dari jumlah
energi panas yang disuplai ke dalam sistem dan kerja yang dilakukan terhadap
system”.
Secara
matematis, pernyataan tersebut dapat diungkapkan dengan persamaan:
∆U
= Q + W
Setelah
Lord Kelvin dan Planck mempelajari mesin carnot, kemudian menyimpulkan bahwa
pada suatu mesin siklik tidaklah mungkin kalor yang diterima mesin itu akan
diubah semuanya menjadi kerja, tetapi akan selalu ada kalor yang dibuang oleh
mesin. Hal ini terjadi akibat sifat sebuah sistem yang selalu menuju
ketidakteraturan, entropi (S) meningkat. Pada saat itu tepatnya pada tahun 1860
hukum kedua termodinamika diperkenalkan. Menurut Clausius, dia menyatakan bahwa
besarnya perubahan entropi yang dialami oleh suatu sistem ketika sistem
tersebut mendapatkan tambahan kalor (Q) pada temperatur atau suhu konstan dapat
dinyatakan melalui pernyataan yang dikenal sebagai hukum kedua termodinamika
yang berbunyi:
“total
entropi dari suatu sistem termodinamika terisolasi cenderung untuk meningkat
seiring dengan meningkatnya waktu, mendekati nilai maksimumnya”.
Artinya,
kalor dapat mengalir secara alami dari benda yang panas ke benda yang dingin,
sebaliknya kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda dingin ke benda
panas.
Tahun
1873-1876, seorang ilmuwan matematika yang merupakan fisikawan Amerika bernama
Josiah Williard Gibbs menerbitkan tiga makalah, dimana salah satu makalahnya
yang paling terkenal adalah pada kesetimbangan substansi heterogen. Pada
makalah itu ia menunjukan bagaimana proses termodinamika, termasuk didalamnya
adalah reaksi kimia yang dapat dianalisis melalui grafis dengan mempelajari
energi, entropi, volume, suhu dan tekanan dari sistem termodinamika sedemikian
rupa.
Beberapa
tahun kemudian, pada tahun 1885 Boltzman menyatakan bahwa energi dalam dan
entropi merupakan besaran yang menyatakan keadaan mikroskopis sistem.
Pernyataan tersebut menjadi awal perkembangan termodinamika statistik yang
merupakan pendekatan secara mikroskopis tentang sifat termodinamis suatu zat
berdasarkan perilaku kumpulan partikel-partikel sebagai penyusunnya.
Pada
tahun 1906, Giauque dan W. Nernst merumuskan hukum ketiga termodinamika.
Pernyataan hukum ketiga tersebut adalah:
“pada
saat suatu sistem mencapai temperatur nol absolut, maka semua proses yang
terjadi dalam sistem tersebut akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati
nilai minimum”.
Awal
abad ke-20, munculah termodinamika statistik yang juga disebut sebagai mekanika
statistik. Kemunculan tersebut ditandai dengan perkembangan teori atom dan
molekuk pada paruh kedua abad ke-19 yang kemudian melengkapi termodinamika
dengan menginterpretasikan interaksi mikroskopis antara partikel individu atau
kuantum mekanis. Bidang ini menghubungkan sifat mikroskopis atom dan molekul
individu dengan sifat makroskopisnya adalah sebagian besar bahan-bahan yang
dapat diamati pada skla manusia, sehingga menjelaskan bahwa termodinamika
merupakan akibat alami dari statistik, mekanika klasik, dan teori kuantum pada
tingkat mikroskopis.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar